Pesan
berawal dari Buku
Tengah hari ini, Jakarta terik seakan membakar
kulit. Bagaimana tidak, hanya ada gedung-gedung tinggi dan kepulan asap yang
keluar dari kendaraan setiap waktunya. Bising, semerawut seolah tatanan kota
dengan kendaraan seperti mereka ingin bicara. Hembusan anginpun belum mampu
menyejukan suasana. Aku bergegas pergi menggunakan topi ke Taman Kota yang
berada tidak jauh dari kampus. Menunggu sahabat-sabahatku keluar dari kelas
mereka.
Tak lama kemudian, melihat nenek bertubuh renta
ingin menyebrangi jalan, namun nenek tersebut terlihat ragu untuk menyebrang
karena pengendara motor seolah tidak perduli. Sungguh teramat kasihan aku
melihatnya.
Didalam hati kecil nenek berkata “Ya Tuhan, apa
tiada seorangpun yang menolongku untuk menyebrangi jalan?”. Seperti
pemikiranku, ramainya kendaraan dan orang disekitarnya tak seorangpun menolong
nenek itu. Lekas aku menghampiri nenek bertubuh renta.
“Biar saya bantu nek” kataku sambil merangkul nenek
bertubuh renta dan membawa barang yang ia pegang
Nenek hanya tersenyum.
“Kalau boleh tahu, nenek mau kemana?” tanyaku
“Nenek ingin kerumah anak nenek didaerah Kemang”
jawab nenek dengan nada terbatah-batah dan memberikan sepucuk surat berisi
alamat
Sudah sampai ditepi jalan, ada sebuah kursi
ditrotoar. Aku mempersilakan nenek duduk
untuk melepas sejenak leleh.
“Nek, silakan duduk. Tunggu sebentar ya nek, saya
panggilkan TAXI”
“Terimakasih nak, sungguh baik hatimu”
Tak berapa lama, sebuah TAXI datang. Supir TAXI
membukakan pintu bagasi dan pintu belakang membantu membawa barang bawaan
nenek. Aku menuntun nenek menuju TAXI.
“Hati-hati ya nek”
Supir menanyakan alamat yang akan dituju. Dan aku
memberikan surat yang berisikan alamat kepadanya.
“Antarkan nenek ketempat tujuan didaerah Kemang”
“baik” jawab supir TAXI
Nenek membuka kaca mobil dan melambaikan tangan kepadaku dengan senyum manis. TAXI
melaju kencang tak terlihat dari pandangan mataku seakan lenyap. Tak aku sangka,
diarah berlawanan, ada seorang pria, Tubuh tinggi atletis, badan kekar, rambut
ikal halus, berpakaian rapih dan yang aku ketahui ketika itu adalah, sosok itu
rmemperhatikanku. Kemudian pria itu menghampiriku yang sedang duduk ditepi
jalan dekat Taman Kota.
“Maaf, kamu Riri Kurnia Fakultas Hukum?” tanya pria
tersebut sambil memperhatikan penampilanku
Aku diam tidak menjawab.
Pikirku, pria tersebut tidak senang dengan pakaian
yang aku kenakan. Kaos oblong tanpa lengan dengan jeans sobek tak beraturan dan
sepatu kotor.
“Perkenalkan, aku Radit Syahreza, Fakultas Ekonomi.”
“Salam kenal dit, panggil aja aku Riri.” Jawabku sambil berjabat tangan
Dari kejauhan, terdengar ada yang memanggil namaku.
Suasana hening terasa ketika terdiam dan mencari sumber suara. Respon adit saat
itu seperti ia ingin bertanya sesuatu namun entah mengapa ia bergegas pergi.
“Tunggu,mau kemana?”
“Bus yang ku tunggu sudah tiba,sampai besok ya.”
Jawab Radit.
Aku menoleh kekanan dekat kursi taman bermain ada
sahabat-sahabat menghampiriku. Sekian lama ku menunggu, akhirnya mereka tiba.
Dan kamipun beranjak pergi kesebuah cafe
buku didaerah kawasan perumahan elite. Sebuah bus hijau kusam datang. Beberapa penumpang turun. Kamipun masuk dan
mencari tempat duduk namun semua tempat duduk telah terisi penuh. Kami berempat
berdiri, merasa didalam berasa sangat panas sekali. Banyak pertanyaan yang
inginku lontarkan. Apa AC bus mati?
Kenapa penumpang lain diam saja? Tidak merasa panasankah? Sengatan matahari
seperti tepat berada diubun-ubunku.
Rani berbisik ketelingaku menanyakan siapa pria yang
duduk disampingku. Lisa melontarkan kata canda dan mencairkan suasana didalam bus yang penggap dan bercerita tentang
hal-hal terjadi hari ini dikampus. Namun aku binggung, apa yang terjadi dengan
sahabatku Nanda. Ia hanya tersenyum dengan muka murung. Lisa memberi isyarat
kepadaku untuk tidak menanyakan hal apapun kepada Nanda. Tiba didepan cafe buku, Lisa dan Aku memesan beberapa kue dan coklat panas.
Kita berdua menghampiri Rani dan Nanda sedang mencari buku untuk tugas
kuliahnya, akupun demikian.
___
Seseorang berada tidak jauh,memperhatikanku sedari
tadi ketika mencari buku yang ingin kubaca. Entah ada maksud apa, tiba-tiba ia
datang menghampiri. Tanpa banyak kata ia memberikanku sebuah buku berisi tentang kepribadian seorang wanita muslimah. Bayangku dalam pikiran bercampur
aduk. Ketika aku memberanikan diri menatap wajahnya, subhanallah, pria itu adalah Radit. Aku balas dengan senyuman
manis.
“Terimakasih ya dit. bukankah kamu pamit pulang?”
tanyaku datar.
“Mampir kesini sebentar, ada yang ingin aku beli.
Tanpa sengaja bertemu kamu disini.”
“Sudah ketemu apa yang kamu cari?”
“Alhamdulillah,sudah
ketemu. Riri pamit pulang dulu, sebentar lagi adzan ashar.” Jawab Radit keloket
Suasana hening kembali hadir. Saat Radit bergegas
pergi dan akupun kembali berkumpul dengan sahabat-sabahatku. Nanda menanyakan
buku apa yang aku ambil. Seketika aku terdiam dan duduk. Suara keributan
membuat suasana pecah. Lisa dan Rani berdebat tentang opini mereka. Layaknya
anak kecil, tidak mau mengalah. Nanda tidak mampu meredamkan amarah mereka. Aku
hanya menyodorkan coklat hangat, agar
mereka bisa lebih tenang setelah meminumnya. Lisa dan Rani tersenyum menatapku
dengan penuh tanda tanya.
Buku halaman pertama, aku baca dengan seksama. Penuh
konsentrasi untuk memahami apa yang ingin Radit sampaikan lewat buku. Nanda bercerita sedikit tentang
pria diTaman Kota adalah sosok pria ramah dan terkenal sebagai pria yang sangat
saleh. Banyak yang mengagumi sosok seperti Radit. Tanpa sengaja Nanda member
tahu bahwa ia sangat mengidolakannya
dengan muka murung. Aku sepintas berpikir, apa Nanda diam tanpa kata karena ia
cemburu dengan kedekatanku.
Dari jendela aku melihat wanita muslimah, berpakaian
longgar, sopan, dan berlengan panjang dengan bawahan panjang setumit, sangat
elok dipandang. Dibenakku, ingin sekali aku seperti wanita muslimah yang berada
diujung jalan. Tidak berpakaian yang kukenakan saat ini, layaknya laki-laki
yang ingin bermain basket dilapangan. Dengan rambut terurai, bergelombang, baju
kekurangan bahan dan sepatu olahraga. Beda jauh dan sangat jauh dengan wanita
muslimah.
Terdengar suara adzan ashar, aku beranjak pergi dari
tepat duduk dan menutup buku yang
sedang kubaca. Mengajak sahabat-sahabatku kemasjid dekat cafe buku. Mereka sangat heran dengan apa yang kulakukan. Sesampainya dimasjid, kami
shalat dan berdo’a. Aku berdo’a dengan khusyuk, Jika Engkau memberikan hadiah kebaikan melalui seseorang tanpa
kusadari, terimakasih y Allah. Tidak akan kusia-siakan pemberianmu. Bismillahi
tawakaltu ‘ala Allah. Selesai shalat, kami bergegas pulang kerumah.
___
KeEsokan harinya. Radit sudah berada digedung
Fakultas Hukum untuk menanyakan apa yang kudapat dari buku tentang kepribadian seorang wanita muslimah. Dengan
perasaan malu aku hanya menunduk tanpa kata keluar dari bibirku. Tepat pukul
08:00 WIB, jam pertama kuliah tiba. Aku meminta maaf kepada Radit untuk segera pergi
kedalam kelas.
“Radit, aku masuk dulu ya takut dosennya sudah berada dikelas.” ucapku sambil
memasukan buku kedalam tas dengan
terburu-buru.
“Aku tunggu siang nanti dimasjid kampus.” Jawab Radit
Melangkahkan kaki,lalu pergi kelantai 6 dan
sesampainya dikelas,ternyata dosen sudah berada dikelas. Alhamdulillah,dosen tidak memarahiku dan menyuruhku untuk duduk.
Pelajaran dimulai, namun aku masih memikirkan pertanyaan dari Radit. Ingin
menyampaikan pesan apa sampai aku diberikan buku
dan menanyakan apa responku.
Waktu berjalan begitu cepat, pasti Radit sudah
menungguku dimasjid. Tanpa berpikir panjang, aku menuju masjid. Ternyata Radit
belum datang. Tak berapa lama, ia memberikan sebotol minuman dingin dan roti.
“Pasti kamu belum makan siang kan? Makan roti dulu, biar
tidak kosong perutnya.” ucapnya
Aku terdiam
“Subhanallah,
sungguh elok kamu hari ini. Bagaimana jika kamu menggunakan jilbab?”
Pembicaraan semakin seru ketika ia memujiku dengan
kata-kata lembut. Ia ternyata memperhatikan pakaianku hari ini. Aku merasa
sedih ketika ia menanyakan jilbab. Rasanya bagaikan teguran. Alhamdulillah, ia tidak memaksaku untuk
lekas memakai jilbab. Adzan dzuhur telah tiba, ia mengajakku masuk kedalam
masjid dan shalat.
Ketika mengambil wudhu, ada seorang wanita muslimah
disampingku, sungguh cantik. Dengan pakaian biasa dan tidak mencolok, ia
terihat cantik mungkin karena pakaian yang dikenakan selaras, kepribadiannya
terlihat baik dan selalu tersenyum walaupun kita belum saling mengenal. Tutur
bahasa yang ia gunakanpun lembut. Tidak seperti aku, masih apa adanya dan
proses belajar.
___
Akhir-akhir ini, Radit selalu mengajakku
ketempat-tempat bersejarah dan wisata religi, mencari masjid yang terkenal
disetiap daerah dan belajar tentang sejarahnya. Dalam benakku, bersyukur atas
anugerah yang diberikan, Radit adalah sosok laki-laki yang saleh, mengajakku
dalam kebaikan. Ketika kita sedang berjalan kaki dari gerbang utama menuju
Masjid ku’bah emas, Ia memberikanku sebuah hadiah yaitu jilbab. Perasaanku tak
bisa digambarkan. Rasa syukur selaluku panjatkan. Mendo’akan kebaikan Radit
dengan baiknya.
“Tidak perlu sekarang, akupun tidak memaksa. Gunakan
jika hatimu meminta” ucapnya
“Terimakasih ya dit, kamu benar-benar temanku.”
jawabku dengan mata berkaca-kaca
“oya, bentar lagi hari kelahiranmu, apa yang akan
kamu lakukan?”
“Syukuran dengan anak yatim. Ingin mengucap syukur
dan berbagi dengan sesama.”
“Tidak merayakan dengan teman-temanmu, membuat pesta
besar-besaran?”
Aku malu dengan pertanyaan Radit, seakan
menyombongkan diri untuk pesta besar-besaran. Banyak ilmu yang aku dapat dari buku dan kata-kata dari Radit. Telah
membuka pikiran dan hatiku ternyata semua yang kulakukan selama ini salah,
tidak pernah bersyukur dengan apa yang aku dapat. Aku selalu meminta lebih
kepada orangtuaku. Banyak diluar sana yang hidupnya kurang beruntung seperti
aku. Namun mereka selalu bersyukur. Hidup sederhana dan member tanpa harus
meminta, lebih nikmat rezeki yang kita dapat.
“Aku ingin merubah kebiasaan burukku yang hanya
mementingkan dunia dan ingin dilihat sempurna dimata orang” lirihku
“Syukur kalau begitu, aku senang mendengarnya. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri(Q.S Ar-Ra’d(13):11). ”
“Sungguh sangat beruntungnya aku mengenalmu Radit.”
ucapku
___
Hari kelahiranku telah tiba, aku dan keluargaku
mengajak sahabat-sahabatku dan Radit kesalah satu tempat Yayasan Yatim. Untuk
merayakan bersama-sama dengan kesederhanan tanpa bermewah-mewahan. Dihari
bahagia ini, aku menggunakan pakaian longgar, bawahan panjang dan jilbab pemberian Radit. Mulai berniat, sekarang
akan menggunakan jilbab selalu. Dan belajar terus-menerus mendalami makna dan
hal-hal yang berkaitan dengan islam khususnya mengenai kepribadian seorang
wanita muslimah.
“Alhamdulillah.
Kamulah anugerah terindah yang diberikan untuk keluarga, sahabat dan
sekitarmu” ucap Radit.
“Semoga diberi kemudahan ya sayang, mamah selalu
akan mendo’akanmu” ucap mamah sambil mengecup keningku
“Solehah sekali sahabat kita” sahut Rani
“Kita do’akan yang terbaik untuk ka Riri” ucap ustadz
“aaammmiinn” jawab adik-adik dari Yayasan Yatim
“Semoga Allah memberikan berkah kepadamu. Amiin.”
ucap Radit
Syukuran berjalan dengan sukses dan lancar tanpa
hambatan. Dan aku ingin berterimakasih kepada Radit yang telah memberikan pesan
terindah mengenai hidup, terutama mengenai wanita muslimah lewat buku, dalam proses belajar aku mencoba
menjadi wanita muslimah sesungguhnya. Dan untuk keluargaku, terimakasih sudah
mengajarkan hidup sederhana dan saling menghargai. Untuk sahabat-sahabatku
tersayang, kalian selalu mendukungku dikala suka dan duka. Walaupun aku baru
pemula menggunakan jilbab, kalian selalu mengingatkanku. Aku berdo’a
bersama-sama dengan keluarga, sahabat-sahabat yang hadir dan anak-anak yatim
diberikan kemudahan menjalankannya.
____