Cerpen


Minggu, 23 November 2014

cerpen

Pesan berawal dari Buku
Tengah hari ini, Jakarta terik seakan membakar kulit. Bagaimana tidak, hanya ada gedung-gedung tinggi dan kepulan asap yang keluar dari kendaraan setiap waktunya. Bising, semerawut seolah tatanan kota dengan kendaraan seperti mereka ingin bicara. Hembusan anginpun belum mampu menyejukan suasana. Aku bergegas pergi menggunakan topi ke Taman Kota yang berada tidak jauh dari kampus. Menunggu sahabat-sabahatku keluar dari kelas mereka.
Tak lama kemudian, melihat nenek bertubuh renta ingin menyebrangi jalan, namun nenek tersebut terlihat ragu untuk menyebrang karena pengendara motor seolah tidak perduli. Sungguh teramat kasihan aku melihatnya.
Didalam hati kecil nenek berkata “Ya Tuhan, apa tiada seorangpun yang menolongku untuk menyebrangi jalan?”. Seperti pemikiranku, ramainya kendaraan dan orang disekitarnya tak seorangpun menolong nenek itu. Lekas aku menghampiri nenek bertubuh renta.
“Biar saya bantu nek” kataku sambil merangkul nenek bertubuh renta dan membawa barang yang ia pegang
Nenek hanya tersenyum.
“Kalau boleh tahu, nenek mau kemana?” tanyaku
“Nenek ingin kerumah anak nenek didaerah Kemang” jawab nenek dengan nada terbatah-batah dan memberikan sepucuk surat berisi alamat
Sudah sampai ditepi jalan, ada sebuah kursi ditrotoar.  Aku mempersilakan nenek duduk untuk melepas sejenak leleh.
“Nek, silakan duduk. Tunggu sebentar ya nek, saya panggilkan TAXI”
“Terimakasih nak, sungguh baik hatimu”
Tak berapa lama, sebuah TAXI datang. Supir TAXI membukakan pintu bagasi dan pintu belakang membantu membawa barang bawaan nenek. Aku menuntun nenek menuju TAXI.
“Hati-hati ya nek”
Supir menanyakan alamat yang akan dituju. Dan aku memberikan surat yang berisikan alamat kepadanya.
“Antarkan nenek ketempat tujuan didaerah Kemang”
“baik” jawab supir TAXI


Nenek membuka kaca mobil dan melambaikan tangan kepadaku dengan senyum manis. TAXI melaju kencang tak terlihat dari pandangan mataku seakan lenyap. Tak aku sangka, diarah berlawanan, ada seorang pria, Tubuh tinggi atletis, badan kekar, rambut ikal halus, berpakaian rapih dan yang aku ketahui ketika itu adalah, sosok itu rmemperhatikanku. Kemudian pria itu menghampiriku yang sedang duduk ditepi jalan dekat Taman Kota.
“Maaf, kamu Riri Kurnia Fakultas Hukum?” tanya pria tersebut sambil memperhatikan penampilanku
Aku diam tidak menjawab.
Pikirku, pria tersebut tidak senang dengan pakaian yang aku kenakan. Kaos oblong tanpa lengan dengan jeans sobek tak beraturan dan sepatu kotor.
“Perkenalkan, aku Radit Syahreza, Fakultas Ekonomi.”
“Salam kenal dit, panggil aja aku Riri.”  Jawabku sambil berjabat tangan
Dari kejauhan, terdengar ada yang memanggil namaku. Suasana hening terasa ketika terdiam dan mencari sumber suara. Respon adit saat itu seperti ia ingin bertanya sesuatu namun entah mengapa ia bergegas pergi.
“Tunggu,mau kemana?”
“Bus yang ku tunggu sudah tiba,sampai besok ya.” Jawab Radit.
Aku menoleh kekanan dekat kursi taman bermain ada sahabat-sahabat menghampiriku. Sekian lama ku menunggu, akhirnya mereka tiba. Dan kamipun beranjak pergi kesebuah cafe buku didaerah kawasan perumahan elite. Sebuah bus hijau kusam datang. Beberapa penumpang turun. Kamipun masuk dan mencari tempat duduk namun semua tempat duduk telah terisi penuh. Kami berempat berdiri, merasa didalam berasa sangat panas sekali. Banyak pertanyaan yang inginku lontarkan. Apa AC bus mati? Kenapa penumpang lain diam saja? Tidak merasa panasankah? Sengatan matahari seperti tepat berada diubun-ubunku.
Rani berbisik ketelingaku menanyakan siapa pria yang duduk disampingku. Lisa melontarkan kata canda dan mencairkan suasana didalam bus yang penggap dan bercerita tentang hal-hal terjadi hari ini dikampus. Namun aku binggung, apa yang terjadi dengan sahabatku Nanda. Ia hanya tersenyum dengan muka murung. Lisa memberi isyarat kepadaku untuk tidak menanyakan hal apapun kepada Nanda.  Tiba didepan cafe buku, Lisa dan Aku memesan beberapa kue dan coklat panas. Kita berdua menghampiri Rani dan Nanda sedang mencari buku untuk tugas kuliahnya, akupun demikian.
___
Seseorang berada tidak jauh,memperhatikanku sedari tadi ketika mencari buku yang ingin kubaca. Entah ada maksud apa, tiba-tiba ia datang menghampiri. Tanpa banyak kata ia memberikanku sebuah buku berisi tentang kepribadian seorang wanita muslimah. Bayangku dalam pikiran bercampur aduk. Ketika aku memberanikan diri menatap wajahnya, subhanallah, pria itu adalah Radit. Aku balas dengan senyuman manis.
“Terimakasih ya dit. bukankah kamu pamit pulang?” tanyaku datar.
“Mampir kesini sebentar, ada yang ingin aku beli. Tanpa sengaja bertemu kamu disini.”
“Sudah ketemu apa yang kamu cari?”
Alhamdulillah,sudah ketemu. Riri pamit pulang dulu, sebentar lagi adzan ashar.” Jawab Radit keloket
Suasana hening kembali hadir. Saat Radit bergegas pergi dan akupun kembali berkumpul dengan sahabat-sabahatku. Nanda menanyakan buku apa yang aku ambil. Seketika aku terdiam dan duduk. Suara keributan membuat suasana pecah. Lisa dan Rani berdebat tentang opini mereka. Layaknya anak kecil, tidak mau mengalah. Nanda tidak mampu meredamkan amarah mereka. Aku hanya menyodorkan coklat hangat, agar mereka bisa lebih tenang setelah meminumnya. Lisa dan Rani tersenyum menatapku dengan penuh tanda tanya.
Buku halaman pertama, aku baca dengan seksama. Penuh konsentrasi untuk memahami apa yang ingin Radit sampaikan lewat buku. Nanda bercerita sedikit tentang pria diTaman Kota adalah sosok pria ramah dan terkenal sebagai pria yang sangat saleh. Banyak yang mengagumi sosok seperti Radit. Tanpa sengaja Nanda member tahu bahwa ia sangat  mengidolakannya dengan muka murung. Aku sepintas berpikir, apa Nanda diam tanpa kata karena ia cemburu dengan kedekatanku.
Dari jendela aku melihat wanita muslimah, berpakaian longgar, sopan, dan berlengan panjang dengan bawahan panjang setumit, sangat elok dipandang. Dibenakku, ingin sekali aku seperti wanita muslimah yang berada diujung jalan. Tidak berpakaian yang kukenakan saat ini, layaknya laki-laki yang ingin bermain basket dilapangan. Dengan rambut terurai, bergelombang, baju kekurangan bahan dan sepatu olahraga. Beda jauh dan sangat jauh dengan wanita muslimah.
Terdengar suara adzan ashar, aku beranjak pergi dari tepat duduk dan menutup buku yang sedang kubaca. Mengajak sahabat-sahabatku kemasjid dekat cafe buku. Mereka sangat heran dengan  apa yang kulakukan. Sesampainya dimasjid, kami shalat dan berdo’a. Aku berdo’a dengan khusyuk, Jika Engkau memberikan hadiah kebaikan melalui seseorang tanpa kusadari, terimakasih y Allah. Tidak akan kusia-siakan pemberianmu. Bismillahi tawakaltu ‘ala Allah. Selesai shalat, kami bergegas pulang kerumah.
___

KeEsokan harinya. Radit sudah berada digedung Fakultas Hukum untuk menanyakan apa yang kudapat dari buku tentang kepribadian seorang wanita muslimah. Dengan perasaan malu aku hanya menunduk tanpa kata keluar dari bibirku. Tepat pukul 08:00 WIB, jam pertama kuliah tiba. Aku meminta maaf kepada Radit untuk segera pergi kedalam kelas.
“Radit, aku masuk dulu ya takut dosennya sudah berada dikelas.” ucapku sambil memasukan buku kedalam tas dengan  terburu-buru.
“Aku tunggu siang nanti dimasjid kampus.” Jawab Radit
Melangkahkan kaki,lalu pergi kelantai 6 dan sesampainya dikelas,ternyata dosen sudah berada dikelas. Alhamdulillah,dosen tidak memarahiku dan menyuruhku untuk duduk. Pelajaran dimulai, namun aku masih memikirkan pertanyaan dari Radit. Ingin menyampaikan pesan apa sampai aku diberikan buku dan menanyakan apa responku.
Waktu berjalan begitu cepat, pasti Radit sudah menungguku dimasjid. Tanpa berpikir panjang, aku menuju masjid. Ternyata Radit belum datang. Tak berapa lama, ia memberikan sebotol minuman dingin dan roti.
“Pasti kamu belum makan siang kan? Makan roti dulu, biar tidak kosong perutnya.” ucapnya
Aku terdiam
Subhanallah, sungguh elok kamu hari ini. Bagaimana jika kamu menggunakan jilbab?”
Pembicaraan semakin seru ketika ia memujiku dengan kata-kata lembut. Ia ternyata memperhatikan pakaianku hari ini. Aku merasa sedih ketika ia menanyakan jilbab. Rasanya bagaikan teguran. Alhamdulillah, ia tidak memaksaku untuk lekas memakai jilbab. Adzan dzuhur telah tiba, ia mengajakku masuk kedalam masjid dan shalat.
Ketika mengambil wudhu, ada seorang wanita muslimah disampingku, sungguh cantik. Dengan pakaian biasa dan tidak mencolok, ia terihat cantik mungkin karena pakaian yang dikenakan selaras, kepribadiannya terlihat baik dan selalu tersenyum walaupun kita belum saling mengenal. Tutur bahasa yang ia gunakanpun lembut. Tidak seperti aku, masih apa adanya dan proses belajar.


___



Akhir-akhir ini, Radit selalu mengajakku ketempat-tempat bersejarah dan wisata religi, mencari masjid yang terkenal disetiap daerah dan belajar tentang sejarahnya. Dalam benakku, bersyukur atas anugerah yang diberikan, Radit adalah sosok laki-laki yang saleh, mengajakku dalam kebaikan. Ketika kita sedang berjalan kaki dari gerbang utama menuju Masjid ku’bah emas, Ia memberikanku sebuah hadiah yaitu jilbab. Perasaanku tak bisa digambarkan. Rasa syukur selaluku panjatkan. Mendo’akan kebaikan Radit dengan baiknya.
“Tidak perlu sekarang, akupun tidak memaksa. Gunakan jika hatimu meminta” ucapnya
“Terimakasih ya dit, kamu benar-benar temanku.” jawabku dengan mata berkaca-kaca
“oya, bentar lagi hari kelahiranmu, apa yang akan kamu lakukan?”
“Syukuran dengan anak yatim. Ingin mengucap syukur dan berbagi dengan sesama.”
“Tidak merayakan dengan teman-temanmu, membuat pesta besar-besaran?”
Aku malu dengan pertanyaan Radit, seakan menyombongkan diri untuk pesta besar-besaran. Banyak ilmu yang aku dapat dari buku dan kata-kata dari Radit. Telah membuka pikiran dan hatiku ternyata semua yang kulakukan selama ini salah, tidak pernah bersyukur dengan apa yang aku dapat. Aku selalu meminta lebih kepada orangtuaku. Banyak diluar sana yang hidupnya kurang beruntung seperti aku. Namun mereka selalu bersyukur. Hidup sederhana dan member tanpa harus meminta, lebih nikmat rezeki yang kita dapat.
“Aku ingin merubah kebiasaan burukku yang hanya mementingkan dunia dan ingin dilihat sempurna dimata orang” lirihku
“Syukur kalau begitu, aku senang mendengarnya. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri(Q.S Ar-Ra’d(13):11).
“Sungguh sangat beruntungnya aku mengenalmu Radit.” ucapku


___




Hari kelahiranku telah tiba, aku dan keluargaku mengajak sahabat-sahabatku dan Radit kesalah satu tempat Yayasan Yatim. Untuk merayakan bersama-sama dengan kesederhanan tanpa bermewah-mewahan. Dihari bahagia ini, aku menggunakan pakaian longgar, bawahan panjang dan  jilbab pemberian Radit. Mulai berniat, sekarang akan menggunakan jilbab selalu. Dan belajar terus-menerus mendalami makna dan hal-hal yang berkaitan dengan islam khususnya mengenai kepribadian seorang wanita muslimah.
Alhamdulillah. Kamulah anugerah terindah yang diberikan untuk keluarga, sahabat dan sekitarmu” ucap Radit.
“Semoga diberi kemudahan ya sayang, mamah selalu akan mendo’akanmu” ucap mamah sambil mengecup keningku
“Solehah sekali sahabat kita” sahut Rani
“Kita do’akan yang terbaik untuk ka Riri” ucap ustadz
“aaammmiinn” jawab adik-adik dari Yayasan Yatim
“Semoga Allah memberikan berkah kepadamu. Amiin.” ucap Radit
Syukuran berjalan dengan sukses dan lancar tanpa hambatan. Dan aku ingin berterimakasih kepada Radit yang telah memberikan pesan terindah mengenai hidup, terutama mengenai wanita muslimah lewat buku, dalam proses belajar aku mencoba menjadi wanita muslimah sesungguhnya. Dan untuk keluargaku, terimakasih sudah mengajarkan hidup sederhana dan saling menghargai. Untuk sahabat-sahabatku tersayang, kalian selalu mendukungku dikala suka dan duka. Walaupun aku baru pemula menggunakan jilbab, kalian selalu mengingatkanku. Aku berdo’a bersama-sama dengan keluarga, sahabat-sahabat yang hadir dan anak-anak yatim diberikan kemudahan menjalankannya.

____

Tidak ada komentar:

Posting Komentar