Cerpen


Sabtu, 18 Oktober 2014

CERPEN

Air Mata Pelayan Bar
             Suatu malam, seorang wanita menampakkan kaki langkah demi langkah. Pikiran tak terarah. Berjalan ditrotoar setiap langkah tersirat hasrat keinginan dalam hidupnya. Tampak kegelisahan dalam dirinya. Entah apa yang ia rasakan terasa tak ada harapan untuk hidup. Malam itu terasa sangat hening menyeramkan dan tak terlihat bintang dan bulan berbicara diatas awan.
“Ya Tuhan, kuasaMu tertelan bumi. Aku sebagai makhluk ciptaanMu sedikitpun tidak merasakannya.” Mengeluh dan mengungkapkan dengan emosi.
           Wanita itu merasa hina ketika ia harus kembali ketempat sepatutnya ia tidak berada disana. Tuntutan hidup memaksa ia kembali mencari sedikit uang untuk hidup, segenggam butir nasi ia kumpulkan untuk makan. Cemooh orang dilingkungan tempat tinggalnya selalu ia dengar dan terima. Hinaan tidak pernah habis-habis. Seakan hidup hadiah terburuk untuk wanita yang bernama Lulu.
           Sudah 2 tahun ia bekerja sebagai pelayan Bar. Semenjak lulus SMA. Orangtuanya tidak mampu membiayai hidupnya dikampung. Lulu memberanikan diri mencari secuil nasi dan mempertaruhkan nyawa di Jakarta. Terkenal dikampung, Jakarta adalah Kota Metropolitan. Dimana teman-teman dikampung sukses di Jakarta. Entah mereka kerja sebagai apa disana. Namun setelah pulang selalu membawa uang banyak. Itu alasannya Lulu ke Jakarta.
           Keinginan Lulu ialah menjadi karyawati dikantor, ruangan berAC. Serendah-rendahnya menjadi OB ia terima. Bukan pelayan Bar yang selalu dianggap rendah para tamu. Beberapa kalinya ia nyaris menjadi korban pelecehan om-om bermuka keranjang. Para pejabat dan karyawan yang haus akan hiburan. Setiap malam Lulu berdo’a untuk meminta rahmat dari sang pencipta. Ditempat ia bekerja tidak mengijinkan beribadah disana. Jika ia ingin shalat harus meminta ijin tiap adzan berkumandang untuk keluar sebentar ketemat ibadah terdekat.
            Suatu ketika, ada acara party para pejabat. Mereka memesan minuman beralkohol kepada salah satu pelayan. Ketika minuman itu siap diantarkan ketamu terhormat, manager meminta beberapa pelayan mengantarkan minuman kemeja pesanan termasuk Lulu ikut. Tangan-tangan jahil ketika pelayan menaruh kemeja menghampiri. Lulu pada saat itu berdiri disamping salah satu tamu. Ia berusaha melawan.
“Maaf, sebaiknya tangan anda mengambil minuman bukan seperti ini.”
“Sok suci, wanita pelacur” Jawab salah satu tamu.
“Kami bukan seperti kalian pikir.”
Tamu itu tidak terima dengan perkataan Lulu.
“sekotor-kotornya pekerjaan kami, kami masih punya Tuhan.”
“Kurang Ajaaaarr!!!.” Menampar pipi Lulu.
            Senahan rasa sakit dan memegang pipi kirinya, lulu dan teman-temannya pergi. Para tamu membicarakan kejadian tadi layaknya mereka berkuasa. Party malam berantakan dengan adanya adegan tadi. Mereka tidak terima perlakuan Lulu yang hanya seorang pelayan. Mereka mengadu kepada manager untuk memberikan peringatan. Ketika para tamu meninggalkan meja mereka, rapat mendadak untuk memberikan peringatan. Namun yang disayangkan kenapa hanya Lulu yang di Pecat tanpa gajih. Lulu merasa keadilan dipertaruhkan demi nama baik Bar. Apa mau dikata, Lulu menelan kepahitan itu. Pengabdian ditempat kerjanya hilang seketika. Kejadian ini serasa akhir dari penderitaan selama bekerja di Bar.
            Pulang kerumahpun seakan tidak berguna lagi. Tetangga dikontrakan kecil kumuh yang ia tempati tidak mengharapkan ia. Setiap langkah ia merasa beban hidup dirasa semakin berat. Seolah dunia tidak menerima. Pikiran-pikiran untuk mengakhir hidup selalu terlintas dibenaknya. Alangkah kejinya bila manusia berpikiran seperti itu. Seharusnya bersyukur telah diberi akal sehat oleh sang pencipta. Tetesan air mata jatuh setiap detiknya, tidak henti-hentinya ia menyalahkan kehadiran ia didunia ini. Kehormatan dan harga dirinya diinjak-injak seakan tiada harganya.
               Adzan isya berkumandang. Ia terus berjalan tanpa arah. Sesosok laki-laki berpakaian koko, sajadah dan tasbih ditangannya menghampiri Lulu.
“Mau kemana kamu? Bukan sebaiknya kita shalat? Ataupun beristirahat sebentar.” Ajakan laki-laki itu.
“Shalat? Untuk apa saya shalat lagi? Seakan Tuhan tidak dihati saya ketika saya butuh.” Kekecewaan Lulu pecah.
“Astaghfirullah, buanglah pemikiran itu, sebaiknya kamu tenangkan diri.”
“Aku hanya wanita hina, mereka selalu berkata seperti itu. Harga diri saya hanya dibayar gajih.”
“Y Allah, mari kita shalat. Jika kamu ingin bercerita silakan. Saya dengarkan namun sebaiknya kita shalat. Mintalah ampun kepadaNya.”
         Ajakan laki-laki itu berhasil, Lulu mau mengerjakan shalat dan berdo’a. Seusai shalat, seperti janji laki-laki itu, Lulu bercerita. Respon laki-laki itu hanya diam dan memahami keluh kesah Lulu sampai-sampai ia membenci hidup dan menyalahkan sang pencipta.
“Sebelumnya, saya Yusuf, pengurus Masjid. Kamu seharusnya bersyukur, Allah telah melindungimu sejauh ini. Walaupun cobaan selalu hadir menyelimuti langkah kakimu. Hapuslah air mata dengan rasa kebencian dan kekecewaan. Angkatlah kedua tangamu dan berdo’a. memohon ampun kepadaNya.”
          Lulu tidak habis-habis meneteslkan air matanya. Ketika ia bercerita dan mendengarkan saran dari laki-laki baik yang setia mendengarkan cerita Lulu.
“Tapi, saya bukan wanita suci lagi, laki-laki baik tidak akan menerima saya. Lalu keinginan saya menikah tidak akan pernah saya rasakan. Pekerjaan saya selalu menjadikan bahan hinaan bagi mereka.”
“Percayalah, Allah tidak akan memberi cobaan melebihi batas kemampuan makhluknya. Pulanglah, wanita tidak baik keluar malam-malam sendirian.” Meminta Lulu lekas pulang.
         Lulu pamit untuk pulang, malam itu seakan hening dan tenang. Hati gelisah menjadi tenang. Pikiran negatif berubah menjadi positif. Sepanjang jalan, Lulu memikirkan arti dan makna dari perkataan laki-laki itu. Sungguh baiknya kebaikan laki-laki itu, menolong seseorang tidak melihat asal muasal, ia membantu dengan ikhlas. Keinginan mempunyai laki-laki seperti itu terlintas dalam pikirannya.
        Keesokan harinya, Lulu belanja ketukang sayur dekat kontrakannya, tanpa sengaja bertemu laki-laki baik yang ia temui semalam. Sedang berbincang-bincang dengan bapak-bapak dipos satpam. Mata Lulu tidak terlepas dari arah laki-laki itu. Ibu-ibu yang berbelanja menghinaku ketika mereka tahu, Lulu memandangi Yusuf.
“Pelacur, sadar siapa kamu.”
“Siapa dia siapa loe. Ngaca sana loe!!.”
“Dasarrr manusia busuk, kerjaanya menggoda laki-laki.”
“Hati-hati, uang buat beli sayuran dari uang haram. Cuuuuiiihh gua jadi lu bu, mana mau terima uangnya.” Menggoda ibu penjual sayur.
“Sana-sana.. jangan beli sayur saya.” Mengusir Lulu.
“Tapi bu……” Jawab Lulu.
          Dengan sengaja salah satu ibu-ibu mendorong Lulu hingga terjatuh. Suara teriak kesakitan dari bibir tipis Lulu keluar dan pandangan bapak-bapak tertuju kepada Lulu yang sedang terjatuh termasuk Yusuf. Mereka menghampiri Lulu.
“Kamu tidak apa-apa?” Tanya Yusuf dan menolong berdiri Lulu.
“Tidak apa-apa.” Merintih kesakitan.
“Ada apa ini?” tanya salah satu bapak-bapak berada disana.
“Jatuh sendiri ia, kita lagi sibuk memilih sayuran. Eehhh tahu-tahu jatuh. Meleng sih.” Jawab cetus salah satu ibu-ibu.
“baik kalau begitu, nak Lulu kamu tidak apa-apa?”
“Saya baik-baik saja pak.” Jawabku.
“Hati-hati kalau jalan.” Pesan Yusuf.
         Lulu pulang dengan tangan kosong. Ketika sudah dekat dengan kontrakannya, pemilik kontrakan datang. Sepertinya akan menagih uang kontrakan yang belum aku bayar 3 bulan lamanya.
“Maaf bu, saya tidak punya uang untuk membayarnya. Saya habis dipecat bu. Mohon kemurahan hati ibu.”
“Dasarrrr manusia tidak tahu diri, sudah 3 bulan saya beri kesempatan. Sekarang bayar, kesabaran saya sudah habis.” Kekesalan ibu pemilik kontrakan.
“Bu.. tolonglah saya, saya akan tinggal dimana kalau diusir.” Mengemis-ngemis.
“Bukan urusan saya.” Jawab ketus.
“Tolong bu.” Sujud memohon.
“Apaan sih.” Menendang badan Lulu karena risih.
“Buuuuuuuuuuuuuu.”
Melemparkan tas berisi pakaian Lulu. ”Ambil ini, tas murahan.”
           Lulu akhirnya mengambil tas dan pergi meninggalkan kontrakan sambil menangis. Suasana pecah terasa. Pikiran-pikiran negatif itu hadir kembali. Merasa tidak berguna didunia ini. Niat baik tidak bisa merubah pemikiran orang yang menganggap ia wanita hina. Hinaan yang sering ia dengar seperti cambukan yang melukai badan dan hatinya.
“Tuhaaaaaaaaaaaaaaaaaaannnnnnnnnn.” Teriaknya “Cabut saja nyawaku ini, untuk apa aku hidup, tidak berguna. Balik kekampung dan bertemu keluarga seperti kotoran untuk rumahku. Wanita hina sepertiku hanya membuang-buang waktu mereka. Pekerjaan sebagai pelayan memang pantas untukku.” Kekesalan Lulu tidak tertahankan.
          Seseorang wanita berpakaian sopan dan syar’i keluar dari rumah, ia mendengar terikan Lulu. Menatap Lulu dari kejauhan. Lulu merasa ada yang memperhatikan ia disebelah kanannya.
“Hai wanita suci, mau marahkah kamu karena mendengar aku teriak seperti orang gila?? Hah!!! Jawab??!” Tanya Lulu sambil membentak wanita itu.
Wanita itu hanya diam tanpa kata.
“Kenapa diam saja? Baru lihat orang marah-marah???”
Dari arah berlawanan, Yusuf datang dan menghampiri Lulu.
“Ya Allah, apa yang sedang terjadi kepadamu, wahai wanita salehah?.” Tanya yusuf.
“Untuk apa anda membantu saya?” Jawabnya.
“Mampirlah sebentar kerumahku, wanita yang sedang memandangmu ialah ibuku.”
“Ajaklah ia anakku, bantu ia.”
“Baik bu, mari Lulu, masuk kerumah.” Ajakan Yusuf.
“Ceritakanlah masalah yang membuatmu seperti ini?” Tanya wanita itu.
          Lulu pun akhirnya mau menceritakan masalahnya kepada Yusuf dan wanita yang baru ia kenal. Ketenangan menyelimuti ketika Lulu menceritakan semuanya. Rasa lega dan melepaskan beban berat dalam dirinya seakan hilang.
“Baik, kalau begitu ceritanya, kamu tinggallah disini.”
“Saya tidak ingin dikasihani dan membebani orang lain.”
“Kamu adalah saudara muslim kami, saling membantu lebih baik. Dari pada mengetahui deritamu dan tidak membantu, berdosalah ia.”
“Terimakasih banyak.”
         Beberapa hari tinggal dirumah ibunya Yusuf, Lulu membantu diwarung milik wanita itu. Ketika diajak kepasar untuk membelikan keperluan warung, dipasar Lulu bertemu teman sesame pelayan dan mengajaknya kembali bekerja. Manager meminta tolong kepada temannya. Pada saat itu, Lulu meminta kepada Temannya waktu untuk memikirkannya kembali. Lalu temannya pergi meninggalkan Lulu. Pulang dari pasar, Lulu memikirkan perkataan temannya. Ia merasa tidak pantas tinggal dan membantu wanita baik itu. Lulu meminta kepada ibunya Yusuf, untuk pergi dan kembali kerja di Bar. Wanita itu tidak bisa mencegah keinginan Lulu. Yusuf hanya berpesan untuk lebih berhati-hati, bahkan lebih baik untuk tidak bekerja kembali ditempat itu.

         Seminggu kembali menjadi pelayan Bar, Lulu merindukan suasana kekeluargaan yang ia rasakan dirumah Yusuf. Suatu hari, Yusuf datang ke Bar dengan penampilan layaknya laki-laki gaul tanpa menggunakan baju koko. Memesan minuman yang dilayani oleh Lulu. Betapa kagetnya Lulu pada saat itu, melihat yusuf sosok laki-laki saleh datang ke Bar. Ternyata Yusuf punya niat tertentu, ia meminta Lulu untuk menjadi pendampingnya. Air mata Lulu tumpah rauh tidak tertampung lagi. Merasa tidak pantas mendapatkan Yusuf. Namun yusuf meyakinkannya. Suasana saat itu tidak bisa digambarkan. Banyak yang melihat Lulu menangis, menduga ia disakiti oleh Yusuf. Lalu Yusuf mengeluarkan cincin untuk membuktikan keseriusannya. Keluarga Yusuf merestui niat baiknya. Menerima kekurangan Lulu dan membantu Lulu keluar dari tempat kerjanya. Niat baik itulah alasan Lulu untuk tidak menolak Yusuf. Lulu pun akhirnya keluar dari pekerjaanya dan menikah dengan Yusuf. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar