Air Mata Pelayan Bar
Suatu malam, seorang wanita
menampakkan kaki langkah demi langkah. Pikiran tak terarah. Berjalan ditrotoar
setiap langkah tersirat hasrat keinginan dalam hidupnya. Tampak kegelisahan
dalam dirinya. Entah apa yang ia rasakan terasa tak ada harapan untuk hidup. Malam
itu terasa sangat hening menyeramkan dan tak terlihat bintang dan bulan
berbicara diatas awan.
“Ya
Tuhan, kuasaMu tertelan bumi. Aku sebagai makhluk ciptaanMu sedikitpun tidak
merasakannya.” Mengeluh dan mengungkapkan dengan emosi.
Wanita itu merasa hina ketika ia
harus kembali ketempat sepatutnya ia tidak berada disana. Tuntutan hidup
memaksa ia kembali mencari sedikit uang untuk hidup, segenggam butir nasi ia
kumpulkan untuk makan. Cemooh orang dilingkungan tempat tinggalnya selalu ia
dengar dan terima. Hinaan tidak pernah habis-habis. Seakan hidup hadiah
terburuk untuk wanita yang bernama Lulu.
Sudah 2 tahun ia bekerja sebagai
pelayan Bar. Semenjak lulus SMA. Orangtuanya tidak mampu membiayai hidupnya
dikampung. Lulu memberanikan diri mencari secuil nasi dan mempertaruhkan nyawa
di Jakarta. Terkenal dikampung, Jakarta adalah Kota Metropolitan. Dimana teman-teman
dikampung sukses di Jakarta. Entah mereka kerja sebagai apa disana. Namun setelah
pulang selalu membawa uang banyak. Itu alasannya Lulu ke Jakarta.
Keinginan Lulu ialah menjadi karyawati
dikantor, ruangan berAC. Serendah-rendahnya menjadi OB ia terima. Bukan pelayan
Bar yang selalu dianggap rendah para tamu. Beberapa kalinya ia nyaris menjadi
korban pelecehan om-om bermuka keranjang. Para pejabat dan karyawan yang haus
akan hiburan. Setiap malam Lulu berdo’a untuk meminta rahmat dari sang
pencipta. Ditempat ia bekerja tidak mengijinkan beribadah disana. Jika ia ingin
shalat harus meminta ijin tiap adzan berkumandang untuk keluar sebentar ketemat
ibadah terdekat.
Suatu ketika, ada acara party para
pejabat. Mereka memesan minuman beralkohol kepada salah satu pelayan. Ketika minuman
itu siap diantarkan ketamu terhormat, manager meminta beberapa pelayan
mengantarkan minuman kemeja pesanan termasuk Lulu ikut. Tangan-tangan jahil
ketika pelayan menaruh kemeja menghampiri. Lulu pada saat itu berdiri disamping
salah satu tamu. Ia berusaha melawan.
“Maaf,
sebaiknya tangan anda mengambil minuman bukan seperti ini.”
“Sok
suci, wanita pelacur” Jawab salah satu tamu.
“Kami
bukan seperti kalian pikir.”
Tamu
itu tidak terima dengan perkataan Lulu.
“sekotor-kotornya
pekerjaan kami, kami masih punya Tuhan.”
“Kurang
Ajaaaarr!!!.” Menampar pipi Lulu.
Senahan rasa sakit dan memegang
pipi kirinya, lulu dan teman-temannya pergi. Para tamu membicarakan kejadian
tadi layaknya mereka berkuasa. Party malam berantakan dengan adanya adegan
tadi. Mereka tidak terima perlakuan Lulu yang hanya seorang pelayan. Mereka mengadu
kepada manager untuk memberikan peringatan. Ketika para tamu meninggalkan meja
mereka, rapat mendadak untuk memberikan peringatan. Namun yang disayangkan
kenapa hanya Lulu yang di Pecat tanpa gajih. Lulu merasa keadilan dipertaruhkan
demi nama baik Bar. Apa mau dikata, Lulu menelan kepahitan itu. Pengabdian ditempat
kerjanya hilang seketika. Kejadian ini serasa akhir dari penderitaan selama
bekerja di Bar.
Pulang kerumahpun seakan tidak
berguna lagi. Tetangga dikontrakan kecil kumuh yang ia tempati tidak
mengharapkan ia. Setiap langkah ia merasa beban hidup dirasa semakin berat. Seolah
dunia tidak menerima. Pikiran-pikiran untuk mengakhir hidup selalu terlintas
dibenaknya. Alangkah kejinya bila manusia berpikiran seperti itu. Seharusnya bersyukur
telah diberi akal sehat oleh sang pencipta. Tetesan air mata jatuh setiap
detiknya, tidak henti-hentinya ia menyalahkan kehadiran ia didunia ini. Kehormatan
dan harga dirinya diinjak-injak seakan tiada harganya.
Adzan isya berkumandang. Ia
terus berjalan tanpa arah. Sesosok laki-laki berpakaian koko, sajadah dan
tasbih ditangannya menghampiri Lulu.
“Mau
kemana kamu? Bukan sebaiknya kita shalat? Ataupun beristirahat sebentar.” Ajakan
laki-laki itu.
“Shalat?
Untuk apa saya shalat lagi? Seakan Tuhan tidak dihati saya ketika saya butuh.” Kekecewaan
Lulu pecah.
“Astaghfirullah,
buanglah pemikiran itu, sebaiknya kamu tenangkan diri.”
“Aku
hanya wanita hina, mereka selalu berkata seperti itu. Harga diri saya hanya
dibayar gajih.”
“Y
Allah, mari kita shalat. Jika kamu ingin bercerita silakan. Saya dengarkan
namun sebaiknya kita shalat. Mintalah ampun kepadaNya.”
Ajakan laki-laki itu berhasil, Lulu
mau mengerjakan shalat dan berdo’a. Seusai shalat, seperti janji laki-laki itu,
Lulu bercerita. Respon laki-laki itu hanya diam dan memahami keluh kesah Lulu
sampai-sampai ia membenci hidup dan menyalahkan sang pencipta.
“Sebelumnya,
saya Yusuf, pengurus Masjid. Kamu seharusnya bersyukur, Allah telah
melindungimu sejauh ini. Walaupun cobaan selalu hadir menyelimuti langkah
kakimu. Hapuslah air mata dengan rasa kebencian dan kekecewaan. Angkatlah kedua
tangamu dan berdo’a. memohon ampun kepadaNya.”
Lulu tidak habis-habis meneteslkan
air matanya. Ketika ia bercerita dan mendengarkan saran dari laki-laki baik
yang setia mendengarkan cerita Lulu.
“Tapi,
saya bukan wanita suci lagi, laki-laki baik tidak akan menerima saya. Lalu keinginan
saya menikah tidak akan pernah saya rasakan. Pekerjaan saya selalu menjadikan
bahan hinaan bagi mereka.”
“Percayalah,
Allah tidak akan memberi cobaan melebihi batas kemampuan makhluknya. Pulanglah,
wanita tidak baik keluar malam-malam sendirian.” Meminta Lulu lekas pulang.
Lulu pamit untuk pulang, malam itu
seakan hening dan tenang. Hati gelisah menjadi tenang. Pikiran negatif berubah
menjadi positif. Sepanjang jalan, Lulu memikirkan arti dan makna dari perkataan
laki-laki itu. Sungguh baiknya kebaikan laki-laki itu, menolong seseorang tidak
melihat asal muasal, ia membantu dengan ikhlas. Keinginan mempunyai laki-laki
seperti itu terlintas dalam pikirannya.
Keesokan harinya, Lulu belanja ketukang
sayur dekat kontrakannya, tanpa sengaja bertemu laki-laki baik yang ia temui
semalam. Sedang berbincang-bincang dengan bapak-bapak dipos satpam. Mata Lulu
tidak terlepas dari arah laki-laki itu. Ibu-ibu yang berbelanja menghinaku
ketika mereka tahu, Lulu memandangi Yusuf.
“Pelacur,
sadar siapa kamu.”
“Siapa
dia siapa loe. Ngaca sana loe!!.”
“Dasarrr
manusia busuk, kerjaanya menggoda laki-laki.”
“Hati-hati,
uang buat beli sayuran dari uang haram. Cuuuuiiihh gua jadi lu bu, mana mau
terima uangnya.” Menggoda ibu penjual sayur.
“Sana-sana..
jangan beli sayur saya.” Mengusir Lulu.
“Tapi
bu……” Jawab Lulu.
Dengan sengaja salah satu ibu-ibu
mendorong Lulu hingga terjatuh. Suara teriak kesakitan dari bibir tipis Lulu
keluar dan pandangan bapak-bapak tertuju kepada Lulu yang sedang terjatuh
termasuk Yusuf. Mereka menghampiri Lulu.
“Kamu
tidak apa-apa?” Tanya Yusuf dan menolong berdiri Lulu.
“Tidak
apa-apa.” Merintih kesakitan.
“Ada
apa ini?” tanya salah satu bapak-bapak berada disana.
“Jatuh
sendiri ia, kita lagi sibuk memilih sayuran. Eehhh tahu-tahu jatuh. Meleng sih.”
Jawab cetus salah satu ibu-ibu.
“baik
kalau begitu, nak Lulu kamu tidak apa-apa?”
“Saya
baik-baik saja pak.” Jawabku.
“Hati-hati
kalau jalan.” Pesan Yusuf.
Lulu pulang dengan tangan kosong. Ketika
sudah dekat dengan kontrakannya, pemilik kontrakan datang. Sepertinya akan
menagih uang kontrakan yang belum aku bayar 3 bulan lamanya.
“Maaf
bu, saya tidak punya uang untuk membayarnya. Saya habis dipecat bu. Mohon kemurahan
hati ibu.”
“Dasarrrr manusia tidak tahu diri, sudah 3 bulan saya beri kesempatan. Sekarang bayar, kesabaran saya sudah habis.” Kekesalan ibu pemilik kontrakan.
“Dasarrrr manusia tidak tahu diri, sudah 3 bulan saya beri kesempatan. Sekarang bayar, kesabaran saya sudah habis.” Kekesalan ibu pemilik kontrakan.
“Bu..
tolonglah saya, saya akan tinggal dimana kalau diusir.” Mengemis-ngemis.
“Bukan
urusan saya.” Jawab ketus.
“Tolong
bu.” Sujud memohon.
“Apaan
sih.” Menendang badan Lulu karena risih.
“Buuuuuuuuuuuuuu.”
Melemparkan
tas berisi pakaian Lulu. ”Ambil ini, tas murahan.”
Lulu akhirnya mengambil tas dan
pergi meninggalkan kontrakan sambil menangis. Suasana pecah terasa. Pikiran-pikiran
negatif itu hadir kembali. Merasa tidak berguna didunia ini. Niat baik tidak
bisa merubah pemikiran orang yang menganggap ia wanita hina. Hinaan yang sering
ia dengar seperti cambukan yang melukai badan dan hatinya.
“Tuhaaaaaaaaaaaaaaaaaaannnnnnnnnn.”
Teriaknya “Cabut saja nyawaku ini, untuk apa aku hidup, tidak berguna. Balik kekampung
dan bertemu keluarga seperti kotoran untuk rumahku. Wanita hina sepertiku hanya
membuang-buang waktu mereka. Pekerjaan sebagai pelayan memang pantas untukku.” Kekesalan
Lulu tidak tertahankan.
Seseorang wanita berpakaian sopan dan
syar’i keluar dari rumah, ia mendengar terikan Lulu. Menatap Lulu dari
kejauhan. Lulu merasa ada yang memperhatikan ia disebelah kanannya.
“Hai wanita suci, mau marahkah kamu karena mendengar aku teriak seperti orang gila?? Hah!!! Jawab??!” Tanya Lulu sambil membentak wanita itu.
“Hai wanita suci, mau marahkah kamu karena mendengar aku teriak seperti orang gila?? Hah!!! Jawab??!” Tanya Lulu sambil membentak wanita itu.
Wanita
itu hanya diam tanpa kata.
“Kenapa
diam saja? Baru lihat orang marah-marah???”
Dari
arah berlawanan, Yusuf datang dan menghampiri Lulu.
“Ya
Allah, apa yang sedang terjadi kepadamu, wahai wanita salehah?.” Tanya yusuf.
“Untuk
apa anda membantu saya?” Jawabnya.
“Mampirlah
sebentar kerumahku, wanita yang sedang memandangmu ialah ibuku.”
“Ajaklah
ia anakku, bantu ia.”
“Baik
bu, mari Lulu, masuk kerumah.” Ajakan Yusuf.
“Ceritakanlah
masalah yang membuatmu seperti ini?” Tanya wanita itu.
Lulu pun akhirnya mau menceritakan
masalahnya kepada Yusuf dan wanita yang baru ia kenal. Ketenangan menyelimuti
ketika Lulu menceritakan semuanya. Rasa lega dan melepaskan beban berat dalam
dirinya seakan hilang.
“Baik,
kalau begitu ceritanya, kamu tinggallah disini.”
“Saya
tidak ingin dikasihani dan membebani orang lain.”
“Kamu
adalah saudara muslim kami, saling membantu lebih baik. Dari pada mengetahui
deritamu dan tidak membantu, berdosalah ia.”
“Terimakasih
banyak.”
Beberapa hari tinggal dirumah ibunya Yusuf,
Lulu membantu diwarung milik wanita itu. Ketika diajak kepasar untuk membelikan
keperluan warung, dipasar Lulu bertemu teman sesame pelayan dan mengajaknya
kembali bekerja. Manager meminta tolong kepada temannya. Pada saat itu, Lulu meminta
kepada Temannya waktu untuk memikirkannya kembali. Lalu temannya pergi
meninggalkan Lulu. Pulang dari pasar, Lulu memikirkan perkataan temannya. Ia merasa
tidak pantas tinggal dan membantu wanita baik itu. Lulu meminta kepada ibunya
Yusuf, untuk pergi dan kembali kerja di Bar. Wanita itu tidak bisa mencegah
keinginan Lulu. Yusuf hanya berpesan untuk lebih berhati-hati, bahkan lebih
baik untuk tidak bekerja kembali ditempat itu.
Seminggu kembali menjadi pelayan Bar,
Lulu merindukan suasana kekeluargaan yang ia rasakan dirumah Yusuf. Suatu hari,
Yusuf datang ke Bar dengan penampilan layaknya laki-laki gaul tanpa menggunakan
baju koko. Memesan minuman yang dilayani oleh Lulu. Betapa kagetnya Lulu pada
saat itu, melihat yusuf sosok laki-laki saleh datang ke Bar. Ternyata Yusuf
punya niat tertentu, ia meminta Lulu untuk menjadi pendampingnya. Air mata Lulu
tumpah rauh tidak tertampung lagi. Merasa tidak pantas mendapatkan Yusuf. Namun
yusuf meyakinkannya. Suasana saat itu tidak bisa digambarkan. Banyak yang
melihat Lulu menangis, menduga ia disakiti oleh Yusuf. Lalu Yusuf mengeluarkan
cincin untuk membuktikan keseriusannya. Keluarga Yusuf merestui niat baiknya. Menerima
kekurangan Lulu dan membantu Lulu keluar dari tempat kerjanya. Niat baik itulah
alasan Lulu untuk tidak menolak Yusuf. Lulu pun akhirnya keluar dari
pekerjaanya dan menikah dengan Yusuf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar